Minggu, 11 Juni 2023

Mari Mengenal Nada!

 


Ana Quthratun Nada, nama yang sudah disiapkan oleh kedua orang tua saya untuk putri pertama yang sangat ditunggu, anak perempuan pertama yang sangat diharapkan dan banyak tanggung jawab yang nantinya bakal ditanggungnya, yang pundaknya dipaksa untuk kuat.

Aku lahir di Jawa Tengah tepatnya di Demak Kota Wali, pada tanggal 31 Agustus 2000, aku memulai Pendidikan di RA Al-Kautsar di Desa Kebonbatur dan melanjutkan di MI Miftahul Huda. Masa kecilku yang dikelilingi keluarga yang sangat supportif dan tidak pernah mengekang anak perempuannya untuk selalu bertumbuh dan eksplor kemanapun.

Terimakasih Ayah, Ibu

Perjalanan ini dimulai Ketika MTs saya mulai jauh dari rumah menempuh Pendidikan di Kota Pati tepatnya di MTs Abadiyah dan memulai hidup di pesantren Al-Kholiqiyyah, yang biasanya dirumah selalu ada dan apa-apa selalu disediakan kini aku harus mulai tirakat, tidur bersama teman-teman sekamar 5 orang, mandi harus antri dan makan pun banyak yang tidak aku sukai, tapi aku menjalaninya dengan Bahagia dan menikmatinya walaupun diawal dipenuhi tangisan hehehe. Banyak sekali ilmu yang kupelajari dipesantren, dituntut untuk mandiri dan dipertemukan dengan teman-teman yang sangat beragam.

Tidak kerasa ternyata MA juga aku masih lanjut di MA Abadiyah Pati, bagiku Pati kota kenangan sudah 6 tahun saya berada disana dan diterima dengan baik, banyak lika liku juga ketika berada di pesantren yang harus siap membagi waktu antara mengaji kitab, tadarus Al-Qur’an, dan belajar untuk sekolah. Tapi itu tidak menghentikan langkahku untuk selalu semangat dalam menuntut ilmu dan belajar banyak hal. Selama sekolah aku juga aktif di HISMA (Himpunan Siswa Madrasah Abadiyah) setara dengan OSIS, tak lupa juga aku mengikuti IPPNU karena dilahirkan dari keluarga Nahdlatul Ulama.

Aku sangat menikmati semua kegiatan dan kehidupan ku selama di pesantren dan sekolah, tak terasa 6 tahun sudah berlalu aku harus selalu melanjutkan Pendidikan ku setinggi mungkin, dan aku memutuskan di Semarang UIN Walisongo tepatnya mengambil jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyyah. Dimana perjalanan semakin menantang dipertemukan dengan teman-teman dari berbagai daerah. Tak hanya kuliah saja aku melanjutkan proses ku diorganisasi aktif di Himpunan Mahasiswa Jurusan, Senat Mahasiswa Fakultas, Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas, dan tentunya organisasi ekstra yaitu PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), disana aku banyak mendapatkan ilmu yang kompleks dan banyak sekali pengalaman yang kudapat, selalu diberi ruang untuk bersuara, bahkan aku sudah menjadi Pengurus Cabang PMII Kota Semarang.

Bahkan aku sampai juga proses di Universitas yaitu menjadi Senat Mahasiswa Universitas, kalau tidak organisasi ngga nada hehehe, harus tau prioritas dan tanggungjawab. Dan akhirnya 4 tahun sudah kulalui menempuh jenjang Sarjanaku. Semua nya tersimpan rapi, Semarang kota perjuangan.

Pada tahun 2022, aku melanjutkan Pendidikan ku di Kota Pelajar yaitu Yogyakarta, kota yang sangat disukai banyak orang diseluruh Indonesia, katanya jogja terbuat dari rindu, pulang dan angkringan. Aku memilih UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tentunya prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyyah. Merantau lagi dikota yang berbeda awalnya aku juga masih mengalami ketakutan apakah aku bisa menjalaninya.

Aku mulai menikmatinya Ketika aku dipertemukan dengan temen-temen yang gajelas tapi supportif dalam segala hal sebut saja mereka Alia,Nopta, Mamkua. Tak lupa juga kita aktif lagi di Himpunan Mahasiswa Program Magister PGMI, terlibat aktif dalam kegiatan prodi bersama mereka. Dipertemukan dengan dosen-dosen yang sangat menginspirasi sekali.

Satu lagi aktif juga di Forum Komunikasi Mahasiswa Pascasarjana, sebagaimana prinsipku berproses dan bertumbuh lebih baik setiap harinya. Walaupun banyak rintangan yang menghadang semua akan kulalui dengan senang hati.

Nada, perempuan kuat dan mempunyai target sebelum 30 tahun sudah Doktor, dan sebelum 40 tahun menjadi Guru Besar.  





 


Sabtu, 10 Juni 2023

FITK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menerima Kunjungan Sosialiasasi Beasiswa dari UIII

 



Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menerima kunjungan dari Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) dalam rangka sosialisasi program beasiswa bagi mahasiswa. Kunjungan ini bertujuan untuk memperluas akses informasi dan kesempatan bagi mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dalam mendapatkan beasiswa untuk pengembangan kompetensi dan peningkatan kualitas pendidikan. Delegasi dari UIII, Dekan FIP UIII Prof. Nina Nurmila, PhD., hadir dalam acara sosialisasi yang diadakan di FITK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Mereka memaparkan berbagai program beasiswa yang tersedia, termasuk beasiswa riset, beasiswa pendidikan lanjutan, dan program pertukaran akademik dengan institusi lain.

Dalam sambutannya, Wakil Dekan Bidang III FITK UIN Sunan Kalijaga , Dr. Imam Machali, S.Pd.I., M.Pd., menyambut baik kunjungan dari UIII dan inisiatif mereka dalam menyediakan beasiswa bagi mahasiswa. Beliau menjelaskan bahwa FITK selalu mendukung pengembangan profesional mahasiswa, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang lebih baik dalam dunia pendidikan. Selain itu, Wakil Dekan Bidang III FITK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta juga mengungkapkan bahwa FITK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta telah melakukan upaya internal untuk mendukung dosen dan mahasiswa dalam mengakses berbagai beasiswa yang tersedia. FITK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menyediakan informasi mengenai program beasiswa, membantu dalam proses pengajuan, dan memberikan dukungan kepada dosen yang berminat mengikuti program beasiswa.

Dalam sesi sosialisasi, perwakilan dari UIII menjelaskan syarat dan prosedur pengajuan beasiswa serta manfaat yang akan diperoleh oleh mahasiswa dan dosen yang berhasil meraih beasiswa tersebut. Kunjungan dari UIII ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru bagi dosen dan mahasiswa FITK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta mengenai peluang beasiswa yang dapat mereka manfaatkan. Dosen dan mahasiswa FITK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta memiliki kesempatan untuk meningkatkan kualifikasi akademik, mengembangkan riset, atau mengikuti program pertukaran dengan institusi lain yang akan membantu dalam peningkatan mutu pendidikan di FITK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Mahasiswa FITK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang hadir dalam acara sosialisasi merespon dengan antusias. Mereka melihat adanya peluang besar untuk meningkatkan kompetensi dan memperluas jaringan profesional melalui program beasiswa yang disediakan oleh UIII.

Dengan adanya kunjungan dari UIII dan sosialisasi mengenai beasiswa bagi mahasiswa, diharapkan FITK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dapat menjadi lebih terkenal sebagai fakultas yang peduli dan mendukung pengembangan mahasiswa. Ini juga merupakan langkah konkret dalam meningkatkan kualitas pendidikan di FITK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan mendorong pertumbuhan akademik yang berkelanjutan. FITK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan UIII akan terus menjalin kerjasama dan berkomunikasi dalam upaya mengoptimalkan pemanfaatan beasiswa bagi mahasiswa. Melalui kerjasama ini, diharapkan hubungan antara kedua universitas akan semakin erat, dan saling menguntungkan dalam pengembangan sumber daya manusia di bidang pendidikan.

 


Perempuan Agen Perdamaian Antar Umat Beragama

 

Perdamaian antar umat beragama adalah tujuan yang sangat penting dalam upaya membangun masyarakat yang harmonis dan inklusif. Dalam mencapai perdamaian ini, perempuan memainkan peran yang tak tergantikan sebagai agen perdamaian. Meskipun di sisi lain perempuan seringkali dianggap tidak memiliki kekuatan untuk berpartisipasi dalam penyelesaian konflik dan menjadi agen perubahan.

Hal seperti ini, sebenarnya yang kemudian semakin melanggengkan budaya patriarki. Lalu membuat perempuan terstigmatisasi sebatas mengurusi rumah tangga (domestic). Sebaliknya, di awal berdirinya negara ini, perempuan memiliki peran yang sangat strategis dalam membangun, dan terlibat menjadi agen yang aktif sama dan setara dengan laki-laki dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Dari fakta tersebut, kita juga bisa mengambil ibrah dari pengalaman perempuan agen perdamaian dalam masa konflik, Poso misalnya tahun 2002. Yakni di saat situasi berbahaya dan mencekam, para kaum perempuanlah yang berani untuk menyentuh area tersebut dan menciptakan perdamaian di sana.

Inilah perjalanan yang dimulai dengan sentuhan hati nurani dan kemanusiaan perempuan. Para perempuan Poso menyadari konflik akan menghancurkan komunitas mereka, sehingga kesadaan tersebut juga menguatkan mereka untuk menghentikan konflik tersebut.

Peran Perempuan Menciptakan Kerukunan Anatr Umat Beragama

Oleh sebab itu, perempuan mampu memainkan peran dalam menciptakan kerukunan antar umat beragama dengan sangat penting. Hingga berdampak signifikan dalam membangun masyarakat yang harmonis. Melalui kemampuan mereka dalam membangun hubungan, komunikasi, dan pengertian, perempuan dapat memainkan peran sebagai peace builder yang kuat.

Perempuan sebagai agen perdamaian yang kuat, memiliki sejumlah alasan yang menjadikan mereka mampu membawa perubahan positif, dan membangun hubungan yang harmonis di antara berbagai kelompok agama yaitu:

Kepekaan Emosi dan Empati yang Kuat

Perempuan cenderung memiliki kepekaan emosi dan kapasitas empati yang tinggi. Mereka mampu merasakan dan memahami dengan mendalam perasaan dan penderitaan orang lain.

Kepekaan emosi dan empati ini memungkinkan perempuan untuk mendengarkan dengan lebih baik. Berempati dengan pengalaman dan perspektif orang lain, dan membangun ikatan yang lebih kuat dengan berbagai kelompok agama. Kemampuan ini memungkinkan perempuan untuk menjadi penghubung yang efektif dalam membuka dialog. Mempromosikan pemahaman saling, dan mengurangi ketegangan yang ada.

Keterlibatan Sosial dan Kapasitas Membangun Jaringan

Perempuan seringkali memiliki keterlibatan sosial yang kuat dalam masyarakat. Mereka terlibat dalam berbagai komunitas, organisasi, dan jaringan, baik dalam lingkungan agama maupun sosial.

Keterlibatan sosial ini memberikan perempuan akses ke berbagai kelompok dan memungkinkan mereka untuk membangun hubungan yang inklusif dan memperluas jaringan dengan pemimpin agama, tokoh masyarakat, dan kelompok-kelompok agama lainnya.

Dengan kapasitas membangun jaringan yang kuat ini, perempuan dapat menggalang dukungan, mengkoordinasikan upaya kolaboratif, dan mendorong partisipasi aktif dalam menciptakan perdamaian antar umat beragama.

Kepemimpinan yang Kolaboratif dan Inklusif

Perempuan cenderung mengadopsi gaya kepemimpinan yang kolaboratif dan inklusif. Mereka mampu membangun konsensus, mendorong partisipasi yang merata, dan menghargai perbedaan pendapat.

Kepemimpinan yang kolaboratif dan inklusif ini memungkinkan perempuan untuk menghadapi tantangan kompleks dalam menciptakan kerukunan antar umat beragama. Mereka dapat memperjuangkan inklusivitas, mengakomodasi berbagai perspektif, dan memastikan bahwa kepentingan semua pihak terwakili dalam proses perdamaian.

Pendidikan dan Pengetahuan

Pendidikan dan pengetahuan memainkan peran penting dalam memberdayakan perempuan sebagai agen perdamaian. Perempuan yang memiliki akses ke pendidikan yang berkualitas dapat mengembangkan pengetahuan yang mendalam tentang agama, budaya, dan isu-isu sosial yang relevan.

Pendidikan memberikan mereka alat untuk memahami akar konflik, mengidentifikasi solusi yang berkelanjutan, dan mengadvokasi perdamaian berbasis pengetahuan. Dengan pengetahuan yang kuat ini, perempuan dapat menjadi pemimpin intelektual dalam upaya menciptakan kerukunan antar umat beragama.

Motivasi untuk Membangun Dunia yang Lebih Baik bagi Generasi Mendatang

Banyak perempuan merasa terpanggil untuk menciptakan dunia yang lebih baik bagi generasi mendatang. Mereka ingin memastikan bahwa anak-anak dan cucu-cucu mereka tumbuh dalam lingkungan yang aman, harmonis, dan inklusif.

Motivasi ini mendorong perempuan untuk menjadi agen perdamaian yang kuat dan bertekad untuk mengatasi konflik, ketidakadilan, dan diskriminasi yang ada dalam masyarakat. Mereka melihat pentingnya menciptakan kerukunan antar umat beragama dan mempromosikan kesetaraan gender sebagai bagian penting dalam mewujudkan visi tersebut.

Namun, dalam peran mereka sebagai peace builder, perempuan juga menghadapi tantangan dan hambatan. Norma sosial dan budaya yang membatasi partisipasi perempuan dalam urusan publik, stereotip gender yang persisten, serta kekerasan berbasis gender.

Maka, selain memiliki kekuatan dalam mencapai kerukunan umat beragama, perempuan juga memiliki peran yang kuat dalam mempromosikan kesetaraan gender dan mengatasi ketidakadilan yang ada dan mereka alami selama ini dalam konteks agama. perempuan sebagai agen perdamaian berjuang untuk mencapai kesetaraan gender dalam konteks agama.

Menantang Norma dan Tradisi

Mereka menantang norma dan tradisi yang membatasi peran dan partisipasi perempuan dalam urusan agama. Misalnya, perempuan mendorong pemimpin agama untuk memberikan kesempatan yang setara bagi perempuan dalam memegang posisi kepemimpinan dan pengambilan keputusan melalui forum kerukunan umat beragama (FKUB), majelis ta’lim, PKK, dan kelompok-kelompok perempuan lainnya.

Mereka juga memperjuangkan pengakuan dan perlindungan hak-hak perempuan dalam konteks agama, termasuk hak pendidikan, kebebasan beragama, dan perlindungan dari kekerasan berbasis gender. Dengan memperjuangkan kesetaraan gender, perempuan tidak hanya memperbaiki kondisi mereka sendiri, tetapi juga berkontribusi pada menciptakan masyarakat yang lebih adil dan berkeadilan

Selaian itu, perempuan sebagai agen perdamaian juga ikut membentuk narasi dan interpretasi agama yang inklusif dan non-diskriminatif, sebagaimana yang dilakukan oleh kelompok KUPI sebagai representatif nilai adil gender dalam kelompok keagamaan. Mereka bekerja untuk mengatasi prasangka dan stereotip gender dalam konteks agama yang dapat menyebabkan ketidakadilan dan ketidaksetaraan.

Melalui pendidikan, dialog, dan advokasi, perempuan membantu memperluas pemahaman tentang agama yang inklusif dan memberikan perspektif yang adil terhadap peran dan kontribusi perempuan dalam agama. Dengan mengubah narasi yang ada, perempuan menciptakan ruang bagi perubahan sosial yang lebih luas dan mempromosikan kesetaraan gender dalam praktik keagamaan.

Tantangan dan Hambatan Mempromosikan Kesetaraan

Dalam kesimpulannya, perempuan sebagai agen perdamaian juga menghadapi tantangan dan hambatan dalam mempromosikan kesetaraan gender. Norma dan tradisi patriarki, stereotip gender yang persisten, dan diskriminasi terhadap perempuan dalam praktik agama adalah beberapa tantangan yang harus kita atasi sebagai agen perdamaian.

Di mana perempuan memiliki kepekaan emosi, empati yang kuat, keterlibatan sosial yang luas, kepemimpinan yang kolaboratif dan inklusif, pengetahuan yang mendalam, dan motivasi yang tinggi untuk membangun dunia yang lebih baik.

Semua alasan ini menjadikan perempuan sebagai kekuatan yang kuat dalam menciptakan kerukunan antar umat beragama dan mempromosikan perdamaian yang berkelanjutan.

Meskipun, tantangan dan hambatan tetap ada, perlu penguatan dukungan dari semua pihak untuk mencapai perubahan yang berarti. Dengan melibatkan perempuan secara aktif dalam upaya perdamaian dan kesetaraan gender, kita dapat menciptakan dunia yang lebih adil, harmonis, dan inklusif bagi semua umat beragama.

Dokumentasi Kegiatan Asessmen Lapangan Prodi S2 PGMI





 

Pentingnya Pendidikan bagi kaum Perempuan


Setiap manusia memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan tanpa membeda-bedakan gender. Namun, dalam dunia pendidikan tinggi bagi kaum perempuan masih mendapatkan penilaian yang tidak baik karena anggapan masyarakat mengenai "perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena ujung-ujungnya di dapur". Di era modern seperti ini hampir tidak ditemukan lagi pendidikan khusus bagi laki-laki, semua bebas untuk melanjutkan pendidikan baik perempuan maupun laki-laki. kebebasan untuk memperoleh pendidikan ini ternyata secara tidak sengaja memberi kesempatan kepada perempuan untuk memperoleh kesetaraan sosial yang sama dengan laki-laki. Dengan demikian kebebasan memilih atau memasuki dunia pendidikan berarti memberi kebebasan kepada perempuan untuk berkembang sesuai dengan pendidikan tersebut.

Persepsi masyarakat terhadap pentingnya kaum perempuan berpendidikan tinggi yaitu masih ada masyarakat yang menganggap tidak penting karena masih beranggapan "kodrat perempuan di dapur". Namun, banyak masyarakat yang menyatakan pendidikan tinggi perempuan itu penting karena kaum perempuan adalah pendidik bagi anak-anaknya. Latar belakang mereka adalah seorang ibu, semakin berkualitas sekolah ibu tentu semakin berkualitas hasil pendidikan yang diberikan kepada anaknya. Selain itu, masyarakat juga memberi alasan atas persepsi penting tersebut, mereka beranggapan dengan perempuan melanjutkan pendidikan tinggi maka akan memiliki pengetahuan yang lebih luas dan membuktikan bahwa perempuan bisa sukses dalam karir dan seseorang yang memiliki pendidikan yang tinggi akan lebih dihormati dalam lingkungan masyarakat maupun pekerjaan.

Menjadi Aktivis saat menempuh Pendidikan S2 kenapa tidak?

 


Perguruan tinggi sebagai tempat menimba ilmu bagi mahasiswa tak hanya menyajikan ilmu teori-teori keilmuan saja. Ada juga banyak dinamika, perkembangan, dan pengalaman lain yang dapat dirasakan oleh para mahasiswa dalam rangka mempersiapkan masa depannya kelak.

Nah di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga khususnya program Magister dan Doktor ada Forum Komunikasi Mahasiswa Pascasarjana, disana terdapat banyak program yang sangat bermanfaat.

Dalam dunia perkuliahan, tipe mahasiswa bisa dikategorikan setidaknya menjadi dua bagian. Pertama, mahasiswa akademis. Mereka seperti mahasiswa umumnya yang menghabiskan waktunya untuk urusan perkuliahan. Biasanya, kegiatannya diisi dengan program kuliah, belajar, mengerjakan tugas, membuat laporan, praktikum, hingga presentasi. Mahasiswa akademis disibukkan dengan kegiatan akademik kampus, untuk proses persiapan mengejar karir di bidang yang dipilih.

Sementara golongan lainnya adalah mahasiswa aktivis. Sebenarnya mahasiswa aktivis  juga merupakan mahasiswa biasa yang mengikuti kelas-kelas perkuliahan, mengerjakan tugas, membuat laporan, praktikum, dan lain sebagainya. Perbedaanya adalah di luar kegiatan akademik keseharian mereka, para mahasiswa aktivis ini terjun ke luar lingkup perkuliahannya. Terjun dalam masyarakat untuk mengambil peran dan ikut memperjuangkan keadilan melalui pengawalan-pengawalan kasus di segala aspek, baik ekonomi, sosial, budaya, maupun politik.

Para mahasiswa aktivis memperjuangkan pendapat yang menurut mereka tepat untuk dikawal, dan menjadi oposisi bagi hal yang tidak sesuai dengan idealisme mereka. Tak jarang bahkan mereka dengan berani mengambil risiko untuk aksi pengawalan dan membersamai pihak yang dikawal.

Mereka turut mengorbankan tenaga, pikiran, waktu bahkan kuliah demi sesuatu yang menurut mereka harus ditegakkan, yaitu keadilan. Hal ini memberikan warna berbeda dan menjadikan para mahasiswa aktivis memiliki nilai lebih dalam hal kepedulian sosial.

Status sebagai mahasiswa juga memungkinkan mereka untuk mengambil peran aktif dalam permasalahan sosial yang mungkin terjadi. Mahasiswa aktivis memungkinkan mereka bukan hanya menjalani peran sebagai pelajar, tetapi juga bagian dari masyarakat yang membantu tegaknya keadilan.

Selain itu menjadi mahasiswa aktivis juga membawa keuntungan lain di antaranya memperluas relasi, pengalaman, dan pengetahuan yang kadang tidak didapat dalam ruang kelas.

KESETARAAN GENDER DAN EMANSIPASI PEREMPUAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM

 

 

Problematika pendidikan Islam yang sering menjadi sorotan dari Barat adalah masalah kesetaraan gender dan peran serta partisipasi  perempuan dalam pendidikan di kalangan umat Islam. Isu tentang kesetaraan gender di   bidang   pendidikan   ini,      kemudian   memunculkan   berbagai   kritik   terhadap  ajaran  Islam  yang  dianggap  tidak  memberikan  ruang  terhadap 

kaum perempuan dalam dunia pendidikan, karena sebagaian besar ajaran Islam dianggap terlalu maskulin dan berpihak pada kaum laki-laki. Kritik yang sering dilontarkan oleh para aktifis gender dunia tersebut bukanlah sesuatu  yang  baru  dalam  konteks  keislaman,  bahkan  dalam  perspektif  sejarah  umat  manusia  masalah  perbedaan  peran  dan  status  laki-laki  dan  perempuan telah menjadi perhatian utama.

Dalam   banyak   perbincangan   publik   pada   era   modern   ternyata   perjuangan persamaan gender yang telah lama didengungkan, secara realitas menunjukkan bahwa peran perempuan dalam perspektif persemaan hak dan kedudukan dengan laki-laki telah sedemikian maju dan berkembang. Hal ini  tidak  bisa  dilepaskan  dari  adanya  kesadara  dari  kaum  perempuan  itu  sendiri mengenai arti penting pendidikan bagi masa depan umat manusia khusunya  perempuan  muslim,  dalam  mengahadapi  persaingan  kerja  dan  karir yang setara dengan laki-laki.

Dalam  konteks  sejarah  paling  tidak  peran  perempuan  di  bidang  pendidikan  telah  dilakukan  oleh  isteri  Nabi  Muhammad  SAW,  seperti  peranan siti Aisyah RA, yang terkenal kan kecerdasannya dan jasanya dalam meriwayatkan beberapa hadits. Kemudian pada masa Dinasti Fatimiyyah di Mesir, yang merepresentasikan kekuatan politis representasi gender dalam politik  Islam.  Dinasti  ini  tercatat  sebagai  Dinasti  yang  mengembangkan  kajian KeIslaman madzhab Syiah di Mesir dengan mendirikan Jami’ al-Azhar sebagai  cikal  bakal  Universitas  Al-Azhar  menjadi  pusat  pengembangan  pendidikan dan keilmuan pada masanya

Dalam   konteks   kekinian,   akibat   pengaruh   globalisasi   informasi   tampaknya  gerakan  feminis  dikalangan  aktifis  gender  Islam  mengalami  perubahan   fundamental.   Nuansa   liberalisme   Barat   justru   lebih   mendominasi trend dan pola gerakan emansipasi perempuan kontemporer. Seharusnya para aktifis gerakan feminisme di kalangan Muslim tetapi  tetap mempertahankan  dogmatika  agam  Islam  dan  bersikap  selektif  terhadap  gagasan-gagasan feminisme dari Barat. Sebagaimana yang dilakukan oleh para  filosof  Muslim  terhadap  ideologi  dan  pemikiran  Yunani,  sehingga  umat  islam  dapat  menikmati  kemajuan  peradaban  yang  menjulang  pada  era klasik Islam. Begitu juga peranan perempuan dalam Islam tidak hanya berkaitan dengan masalah-masalah domestik, tetapi juga merambah pada

wilayah  publik  sebagaimana  konsep  anti-diskriminasi  perempuan  sejak  awal Islam itu muncul, yang mengedepankan persamaan hak dan kewajiban dengan kaum lelaki, dalam beribadah dan menuntut ilmu.

 

Mari Mengenal Nada!

  Ana Quthratun Nada, nama yang sudah disiapkan oleh kedua orang tua saya untuk putri pertama yang sangat ditunggu, anak perempuan pertama y...